Sabtu, 06 November 2010

Ayo Kita Menjadi Dewasa



Diusia saya yang baru menginjak pertengahan kepala dua, dan menjelang hari berkurangnya umur,  teringat  sebuah kebodohan usia belasan saya (yang masih terbawa hingga awal dua puluh). Gaya hidup era modern yang sangat menggiurkan, agakya menjadi sangat wajar bagi semua orang seumuran itu. Berbagai impian dan ambii menjadi tameng akan perlunya mengikuti tren masa hi-tech.

Rayuan dan rengekan khas balita mulai dilancarkan. Bak seorang anak raja, saya mulai menyusun strategi untuk meminta dipenuhinya kebutuhan semu itu pada orang tua. Mulai dari kata, "soalnya gini lho.." atau mungkin, "Enak kalo pake itu, bisa ..."

Dengan sedikit trik jitu, beberapa barang dambaan itu mulai terasa dekat. Walaupun saya sadar, penghasilan orang tua saya tidak cukup menunjang untuk meghadirkan fasilitas-fasilitas fiktif itu. Waktu itu, saya sangat menginginkan Hape berfitur kamera dan mp3. Lifestyle yang patut diikuti (menurut saya) pada saat itu, wow...semuanya terwujud dengan sedikit rengekan dan paksaan.

Taukah anda dari mana orang tua saya bisa membelikan HP itu? Uang setoran toko...dan saya yang pada saat itu paham berpura-pura untuk bodoh. Tanpa ambil pusing, saya berhura-hura diatas penderitaan orang tua. Yang ada dalam otak saya waktu itu adalah gaul..gaul..dan gaul.

Tak selang beberapa saat, karena keadaan yang sangat memaksa, HP itu harus dijual, dan tak lama, HP baru dengan tipe yang sama hadir. Ego kembali meraja, karena rengekan yang lebih ganas kembali diarahkan pada rasa Cinta orang tua yang tak terhingga. Barang-barang mahal lainnya siap dalam antrian mereka, Laptop, Kamera, dan semua barang yang menaikan gengsi saya dari seorang penjaga toko, menjadi anak direktur.

Sebelum semua hal itu terwujud, krisis ekonomi mulai melanda. Cobaan bertubi-tubi datang menghadang. Diawali dengan ego bodoh saya.

Hingga saat saya memutuskan untuk mendapatkan uang saku tambahan dengan bekerja di sebuah media lokal, dengan gaji awal Rp. 175.000,- per bulan. Perputaran arus terasa sangat drastis bagi saya saat itu, bekerja 26 jam, menempuh panas dan dingin, omelan, dan juga waktu yang terasa berat, membuat saya sadar. Penghasilan seorang penjaga toko dengan jam kerja 12 jam sehari, dan harus menuruti semua rengekan saya selama ini terasa bagai sebuah cambukan bagi saya. Seakan saya mendapat balasan berlipat ganda.

Ditengah semua keluh kesah saat itu, saya teringat akan pertanyaan ayah minta HP itu. " Apa perlu banget?" Sementara keadaan saat itu, jangankan HP, untuk makan tiap hari sagat sulit. Keadaan berat membuat saya berubah, setidaknya untuk merubah keadaan saya saat itu.

Kerasnya hidup yang baru saya rasakan saat itu membuat saya belajar akan satu hal, gaya hidup boleh saja, selama itu merupakan kebutuhan kita, bukan keinginan kita. dengan sedikit usaha, akhirnya saya mampu untuk memenuhi kebutuhan pribadi saya. namun bukan itu yang terpenting, tapi bagaimana kita mampu berpikir dewasa, dan tidak lagi merengek dan meminta sesuatu yang tidak berharga sama sekali untuk kehidupankita dikemudian hari.

saya rasa kita adalah orang-orang terpilih, yang harus tahu tentang sebuah taggung jawab, terlebih tehadap tindakan kita, orang tua kita sudah memberi banyak, jadi saatnya kita yang menunjukan hasil terbaik kita untuk mereka. pada dasarnya mereka tidak pernah menuntut balasan apapun dari kita, karena peluhnya adalah senyum kita, kebahagiaan kita, dan teramat hina bila kita memperlakukan mereka sebagai komoditi pemenuh keinginan kita.

menjadi mandiri bukan berarti memenuhi kebutuhan kita sendiri, namun bagaimana kita bisa berusaha dengan daya semaksimal yang kita bisa, dan membuat sebuah perubahan kecil untuk orang-orang disekitar kita, dan bila semua itu terwujud, berarti kita sudah siap untuk menjadi orang dewasa.

Menjadi dewasa, berarti tahu apa yang kita butuhkan, dan tahu apa yang terbaik buat kita setidaknya untuk kita sendiri, memprioritaskan pilihan, dan melakukan semua hal yang terbaik bagi sesama kita.

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
Ver receta completa...

Quotes Warung Kopi

Beberapa saat yang lalu, selepas menyelesaikan tugas kantor, seperti biasa saya sempatkan untuk mampir di coffee shop tradisional alias warung kopi (yang jelas bukan starbuck). Biasanya saya mulai membuka buku agenda kerja, paling tidak untuk memastikan tak ada satupun kerjaan yang terlewatkan, karena saya memang bukan karyawan teladan, dan sering bos mengingatkan kewajibkan saya (sangat sulit menemukan bos kaya gini...).

Tiba-tiba seorang kawan, sekaligus motivator bagi saya meng-SMS saya, biasanya memang kami meluangkan sedikit waktu untuk sharing dan bertukar informasi. Dia adalah lulusan kreatif dari salah satu kampus negara di Solo (Termasuk menyarankan saya untuk lekas menyelesaikan skripsi dan beban kuliah)

Dia sering memberikan saran dari setiap pekerjaan saya, dan hari itu topiknya adalah Brand Activity. lebih dari 2 jam kami berbincang, mulai dari kritik iklan, hingga pengalaman di masing-masing tempat kerja. Kebetulan kami ada di posisi yang sama di dua perusahaan yang berbeda. Dia di Salah satu brand rokok nasional, dan saya di media cetak.

Dari sekian pembicaraan yang terjadi, dia melayangkan Quotes atau bahasa sini nya Kata Mutiara yang perlu saya pertimbangkan. Dia bilang, "Work Hard, Sleep Hard, Die Hard", hmm...boleh juga. Cukup masuk akal dan bisa dijadikan semangat. Sekaranng mari kita pahami bersama.

Work Hard, Sleep Hard, Die Hard, mungkin 3 kata yang bila selintas hanya gabungan 3 kataa Hard yang dilengkapi oleh kata kerja didepannya..Tapi buat dia dan saya tidak, Kerja Keras, Susah Tidur, Susah Mati, begitu kira-kira kalau di Indonesiakan.

Dari 3 kata itu, dapat disimpulkan bahwa orang sukses selalu melalui 3 hal tadi. Bekerja dengan keras dengan sungguh hingga susah tidur, tapi proses tidak pernah berbohong. Makin keras kita berusaha, makin susah pula buat kita untuk menyerah. Hal rumit selalu berawal dari hal kecil yang tak terselesaikan. Keberhasilan selalu berawal dari kegagalan yang berulang-ulang.

Ingatkah berapa kali edison gagal dalam eksperimennya saat bola lampu diperkenalkan, atau Lincoln yang selalu dirundung kegagalan selama bertahun-tahun, atau mungkin juga sanders yang harus menawarkan resep ayam goreng KFC ke 1007 restoran, sebelum diterima oleh restoran ke 1008. Mereka itu adalah golongan orang-orang yang susah mati, bukan karena mereka bernyawa 9, tapi kekebalan terhadap sebuah masalah yang datag berulang-ulang mampu membuat mereka bertahan, itu lah yang membuat mereka layak mendapat gelar Die Hard.

Anda dan saya pun bisa, bukankah mereka-mereka itu juga mengalami susah tidur karena stress? Dalam kehidupan kita selalu ada yang namanya berproses. Beralih dari sebuah kebiasaan, menjadi aktivitas, dan tak jarang yang berbuah keberhasilan.

Sadarkah anda, saat kita sedang berproses, mencoba untuk bersungguh-sungguh terhadap sebuah pilihan (biasanya komitmen pekerjaan), apapun kita kerahkan utuk satu kata 'Keberhasilan', namun yang sangat disayangkan  adalah, seberapa kuat kita mencoba dan mencoban bangkit ketika kita jatuh.

Anda boleh jatuh saat anda lelah dalam kesendirian, tapi anda harus bangkit sebelum orang melihat anda jatuh.

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
Ver receta completa...

Tuhan Memang Satu

Tuhan memang satu, kita yang tak sama…
- Marcell-Peri Cintaku –

Hmm.., kata-kata yang indah dari seorang marcell yang penuh filosofi. Setidaknya kita semua paham, bahwa Tuhan adalah super power, sang Maha dari segala-galanya. Namun esensi itu kian bergeser, kini Tuhan seakan dibagi menjadi beberapa hal dan bentuk. Betapa sadisnya, Manusia membeda-bedakan esensi Tuhan, yang pada dasarnya adalah sama.
            Mari kita berkias balik, apa Tuhan yang kita sembah pernah membedakan kita, apa Dia memilih untuk menumpahka berkatnya pada kita manusia. Kerap kali kita menganggap Tuhan adalah agama, dan naasnya, Tuhan dijadikan komoditi pencarian umat. Hmm…, Dunia yag berubah, atau manusia yang semakin pintar?
            Seakan kita lupa, bahwasanya Tuhan punya satu sifat, yaitu Maha bijaksana, apa jadinya bila kita memikirkan ibadah bila tidak ada Tuhan didalamnya, atau mungkin kita beramal jika tidak ada ketulusan?
            Beberapa bulan yang lalu, saat saya liputan disalah satu daerah bencana, saya mendengar seorang anak melontarkan pertanyaan polos pada ibunya, “Ma, tadi aku lihat Tuhan, lho,” katanya. “Oh, ya? Dimana?” jawab ibunya, “Tadi temenku jatuh, terus ada bapak-bapak yang nolong dan bawa kerumah sakit, terus waktu temenku sudah diobati, bapak itu udah ga ada,” kata anak itu lagi. Lantas sang ibu hanya bisa tersenyum bangga.
            Setidaknya anak itu melihat Tuhan dengan cara pandang lain, yaitu dari ketulusan, keikhlasan, dan kebaikan orang lain. Begitulah seharusnya kita memandang Tuhan, dengan hati, dan bukan mata, maupun ucapan. Seakan kita lupa bahwa Tuhan adalah pengasih, sering kali saat kita sehat, kita membeda-bedakan golongan, ras, terlebih agama, namun saat bencana melanda, dan saat kita membutuhkan pertolongan, apa kita masih melihat agama, dan hal lainnya sebagai pembantu kita.
            Seandainya kita benar-benar manusia yang banyak khilaf, apakan kita masih menganggap Tuhan sebagai sebuah Agama? Bukankah Tuhan tidak pernah membedakan agama? Bayangkan saja bila Tuhan memandang kita dari Agama kita, kepercayaan kita, bahkan kaum tertentu, apa kita masih bisa merasakan keindahan?
            Mari kita buka hati utuk melihat Tuhan, dan bukan dengan presepsi kita sebagai manusia yang serba terbatas. Mari kita melihat Tuhan dengan kepolosan kita, ketulusan kita, dan mulaiah memberikan hal kecil nan indah pada sesama kita, dimulai dari hal-hal kecil, dan niscaya kita sudah melakukan hal besar untuk Nya.

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
Ver receta completa...
Siguiente Anterior Inicio
 
Make Share With A Cup Of Coffee Template Copy by Blogger Templates | Schatz |MASTER SEO |FREE BLOG TEMPLATES